Senin, 25 Maret 2013

Motivasi


A.    Motivasi Kerja
Motivasi berasal dari kata latin “movere” yang berarti “dorongan atau daya penggerak”. Motivasi ini diberikan kepada manusia, khususnya kepada para bawahan atau pengikut. Adapun kerja adalah sejumlah aktivitas fisik dan mental untuk mengerjakan sesuatu pekerjaan. Terkait dengan hal tersebut, maka yang dimaksud dengan motivasi adalah mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja bawahan, agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan ketrampilannya untuk mewujudkan tujuan organisasi. (Hasibuan, 2003).
Gibson, et. al., 1995, berpendapat bahwa motivasi adalah kekuatan yang mendorong seseorang karyawan yang menimbulkan dan mengarahkan perilaku. Motivasi kerja sebagai pendorong timbulnya semangat atau dorongan kerja. Kuat dan lemahnya motivasi kerja seseorang berpengaruh terhadap besar kecilnya prestasi yang diraih.
Robbins, (1998) berpendapat bahwa motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individu. Senada dengan pendapat tersebut, Munandar, (2001), mengemukakan bahwa motivasi adalah suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke tercapainya tujuan tertentu. Bila kebutuhan telah terpenuhi maka akan dicapai suatu kepuasan. Sekelompok kebutuhan yang belum terpuaskan akan menimbulkan ketegangan, sehingga perlu dilakukan serangkaian kegiatan untuk mencari pencapaian tujuan khusus yang dapat memuaskan sekelompok kebutuhan tadi, agar ketegangan menjadi berkurang. Pinder, (1998) berpendapat bahwa motivasi kerja merupakan seperangkat kekuatan baik yang berasal dari dalam diri maupun dari luar diri seseorang yang mendorong untuk memulai berperilaku kerja, sesuai dengan format, arah, intensitas dan jangka waktu tertentu.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan, bahwa motivasi kerja adalah dorongan yang tumbuh dalam diri seseorang, baik yang berasal dari dalam dan luar dirinya untuk melakukan suatu pekerjaan dengan semangat tinggi menggunakan semua kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya.
B.     Pentingnya Motivasi Kerja
Motivasi kerja bisa naik turun bahkan tak jarang hilang sama sekali. Kehilangan motivasi kerja bisa disebabkan karena kita kekurangan alasan mengapa harus bekerja misalnya karena kita tidak ada lagi motivasi untuk hidup. Hidup tentu mampunyai arti yang luas, bukan sekedar bernafas saja. Hidup menjadi lebih hidup ketika seseorang hidup seleranya, cita-citanya, semangatnya, tenaganya, visinya, bisnisnya, amalannya, kontribusinya pada sesama dan banyak lagi.
Kehilangan motivasi kerja dalam arti luas berarti seperti kehilangan motivasi hidup dalam arti luas pula, jika kehilangan motivasi kerja dalam waktu yang lama maka resikonya dalam jangka panjang adalah mati. Kalau sekali waktu kehilangan motivasi hidup dalam waktu pendek misalnya sejam dua jam atau sehari dua hari itu normal saja, namun kehilangan motivasi kerja tersebut tetaplah penyakit yang perlu disembuhkan.
C.     Teori-Teori Motivasi
1.      Teori Tata Tingkat Kebutuhan
Maslow berpendapat bahwa kondisi manusia berada dalam kondisi mengajar yang bersinambung. Jika satu kebutuhan dipenuhi, langsung kebutuhan tersebut diganti oleh kebutuhan lain. Maslow mengajukan bahwa ada lima kelompok kebutuhan, yaitu kebutuhan faali (fisiologikal), rasa aman, sosial, harga diri, dan aktualisasi diri. Adapun uraian dari kelima kebutuhan itu adalah sebagai berikut.
a.       Kebutuhan fisik (physical needs)
Yang meliputi kebutuhan sehari-hari untuk makan, minum, berpakaian, bertempat tinggal, berrumahtangga dan sejenisnya.
b.      Kebutuhan keamanan (safety needs)
Yang meliputi kebutuhan untuk memperoleh keselamatan, keamanan, jaminan atau perlindungan dari ancaman-ancaman yang membahayakan kelangsungan hidupnya.
c.       Kebutuhan Sosial (social need)
Kebutuhan untuk disukai dan menyukai, dicintai dan mencintai, bergaul, bermasyarakat dan sejenisnya.
d.      Kebutuhan pengakuan/haraga diri (the needs of esteems)
Kebutuhan untuk memperoleh kehormatan, penghormatan, pujian, penghargaan dan pengakuan.
e.       Kebutuhan mengaktualisasikan diri .(the needs for self actualization)
      Kebutuhan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan untk menjadi kreatif, kebutuhan
untuk dapat merealisasikan potensinya secara penuh.

2.      Teori Eksistensi-Relasi-Pertumbuhan
Teori motivasi ini yang dikenal sebagai teori ERG sebagai singkatan dari Existence, Relatedness, dan Growth need, dikembangkan oleh Alderfer, dan merupakan salah satu modifikasi dan reformulasi dari teori tata tingkat kebutuhan dari Maslow. Alderfer mengelompokkan kebutuhan ke dalam tiga kelompok, yaitu:
a.       Kebutuhan eksistensi (existence need), merupakan kebutuhan akan substansi material seperti keinginan untuk memperoleh makanan, air, perumahan, uang, mebel, dan mobil. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan fisiologikal dan kebutuhan rasa aman dari Maslow.
b.      Kebutuhan hubungan (relatedness need), merupakan kebutuhan untuk membagi pikiran dan perasaan dengan orang lain dan membiarkan mereka menikmati hal-hal yang sama dengan kita. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan sosial dan bagian eksternal dari kebutuhan esteem (penghargaan dari Maslow.
c.       Kebutuhan pertumbuhan (growth needs), merupakan kebutuhan-kebutuhan yang dimiliki seseorang untuk mengembangkan kecakapan mereka secara penuh. Selain kebutuhan aktualisasi diri, juga mencakup bagian intrinsik dari kebutuhan harga diri dari Maslow.

3.      Teori Dua Faktor
Teori dua faktor disebut juga teori hygiene-motivasi dikembangkan oleh Herzberg. Dengan menggunakan metode insiden kritikal, ia mengumpulkan data dari 203 akuntan dan sarjana teknik. Ia tanyakan kepada mereka untuk mengingat kembali saat-saat mereka merasakan sangat senang atau sangat tidak senang dengan pekerjaan mereka, apa saja yang menentukan rasa demikian dan dampaknya terhadap unjuk kerjanya dan rasa secara menyeluruh dan kesehatan.
Faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja, yang ia namakan faktor motivator, mencakup faktor-faktor yang berkaitan dengan isi dari pekerjaan, yang merupakan faktor intrinsik dari pekerjaan, yaitu:
a.       Tanggung jawab (responsibility), besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan diberikan kepada seorang tenaga kerja.
b.      Kemajuan (advancement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja dapat maju dalam pekerjaannya.
c.       Pekerjaan itu sendiri, besar kecilnya tantangan yang dirasakan tenaga kerja dari pekerjaannya.
d.      Capaian (achievement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja mencapai prestasi kerja yang tinggi.
e.       Pengakuan (recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada tenaga kerja atas unjuk kerjanya.
Kelompok faktor lain yang menimbulkan ketidakpuasan berkaitan dengan konteks dari pekerjaan, dengan faktor-faktor ekstrinsik dari pekerjaan dan meliputi faktor-faktor:
1.   Administrasi dan kebijakan perusahaan.
2.   Penyeliaan, derajat kewajaran penyeliaan yang dirasakan diterima oleh tenaga kerja.
3.   Gaji
4.   Hubungan antar pribadi.
5.   Kondisi kerja

4.      Teori Penetapan Tujuan (Goal Setting Theory)
Orang termotivasi untuk mencapai tujuan yang jelas, sebaliknya orang akan bermotivasi kerja rendah bila tujuan dari pekerjaannya tidak jelas. Orang yang tugasnya jelas tujuannya dan lebih “menantang” akan menunjukkan motivasi kerja yang lebih besar daripada orang yang tujuan tugasnya kabur atau terlalu mudah untuk mencapainya. Pendapat tersebut di atas dikemukakan oleh Locke.
Memberi tujuan yang jelas akan lebih memorivasi daripada hanya sekedar mengatakan “kerjakan dengan sebaik-baiknya” padahal tujuan yang harus dicapai tidak jelas. Penentuan tujuan yang jelas merupakan kepemimpinan tersendiri. Oleh karena itu, rumuskan tujuan setiap pekerjaan dengan jelas agar orang-orang yang akan mengerjakan mengetahui dengan baik.

5.      Teori Kesamaan atau Keseimbangan (Equity Theory)
Orang cenderung akan membandingkan insentif atau reward yang diperolehnya dengan insentif yang diterima oleh orang lain yang mempunyai beban kerja serupa. Bila besarnya insentif antara dua orang itu sama, maka akan muncul motivasi kerja. Bila lebih kecil maka akan timbul rasa kecewa yang kemudian mengurangi motivasinya untuk bekerja dengan baik. Bila salah seorang menerima lebih banyak, maka dia akan termotivasi lebih kuat. Teori keseimbangan ini menyatakan orang cenderung untuk selalu melihat rasio antara beban kerja (effort) dengan penghargaan yang diterimanya

D. Cara Meningkatkan Motivasi Kerja
                               I.            Memotivasi Lewat Sentuhan-Sentuhan Kecil
Beberapa bentuk sentuhan-sentuhan kecil yang membuat bawahan termotivir, antara lain:
1.      Mengucapkan salam lebih dahulu;
2.      Mengembangkan jabat tangan yang hangat dengan menatap matanya;
3.      Memberikan pujian yang tulus dan memergoki orang mengerjakan yang benar;
4.      Berikan senyuman pada saat bertemu dan berpisah;
5.      Tanyakan kesehatan dan kondisi keluarganya dan tunjukkan rasa empati.
                            II.            Mengobarkan Semangat Bawahan dengan Cara Membuat Mereka Merasa Penting
Beberapa cara manajer dapat membuat karyawannya merasa penting, antara lain:
1.      Dengarkanlah mereka secara baik-baik dengan penuh perhatian;
2.      Jangan sekali-sekali pada saat bawahan menghadap di ruang Anda, Anda mendengarkan sambil menulis, menandatangani surat, atau mengangkat telepon;
3.      Hargai pendapat, dan ide-idenya, tanggapilah dengan umpan balik yang positif;
4.      Memberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan dan training.

                         III.            Kritik yang Konstruktif untuk Bawahan
Beberapa cara mengkritik secara konstruktif untuk bawahan yaitu sebagai berikut.
1.      Jika ada sesuatu yang tidak beres, usahakan mencara siapa yang bersalah atas hal itu secara tepat;
2.      Jelaskan kepada bawahan mengenai suatu kesalahan secara spesifik dan berilah kesempatan pada orang yang bersalah untuk mengetahui secara jelas kesalahannya;
3.      Seharusnya kita dapat mengendalikan diri pada saat mengkritik seseorang;
4.      Seharusnya kita biasa memberikan kritik secara pribadi;
5.      Seharusnya kita memuji terlebih dahulu sebelum memberikan kritik;
6.      Tunjukkan bahwa kita turut bertanggung jawab atas kesalahan bawahan;
7.      Dengarkan dengan sabar penjelasan dan alasan dari orang yang melakukannya.
8.      Bantulah orang tersebut untuk memperoleh kembali kepercayaan dan harga dirinya;
9.      Seharusnya kita bisa memaafkan dan melupakan suatu kesalahan.

                         IV.            Taktik Mengatasi Bawahan yang Tidak Loyal
Beberapa taktik mengatasi bawahan yang tidak loyal antara lain:
1.      Beri keteladanan pada mereka, sikap dan perilaku kita harus pantas menjadi contoh, jangan pernah melakukan sesuatu yang tidak pantas di hadapan mereka;
2.      Bertindaklah adil jika kita terpaksa memperlakukan istimewa terhadap satu atau beberapa orang, berikan penjelasan mengapa ia berbuat begitu agar ia memahami;
3.      Menjaga perkataan kita terutama pada saat marah, kata-kata yang menusuk hati tidak akan membuat orang sadar tapi sebaliknya justru akan antipati pada kita.
.

2 komentar: