A.
Motivasi
Kerja
Motivasi berasal dari kata latin
“movere” yang berarti “dorongan atau daya penggerak”. Motivasi ini diberikan
kepada manusia, khususnya kepada para bawahan atau pengikut. Adapun kerja
adalah sejumlah aktivitas fisik dan mental untuk mengerjakan sesuatu pekerjaan.
Terkait dengan hal tersebut, maka yang dimaksud dengan motivasi adalah
mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja bawahan, agar mereka mau
bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan ketrampilannya untuk
mewujudkan tujuan organisasi. (Hasibuan, 2003).
Gibson, et. al., 1995,
berpendapat bahwa motivasi adalah kekuatan yang mendorong seseorang karyawan
yang menimbulkan dan mengarahkan perilaku. Motivasi kerja sebagai pendorong
timbulnya semangat atau dorongan kerja. Kuat dan lemahnya motivasi kerja
seseorang berpengaruh terhadap besar kecilnya prestasi yang diraih.
Robbins, (1998) berpendapat bahwa
motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk
tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya untuk memenuhi
sesuatu kebutuhan individu. Senada dengan pendapat tersebut, Munandar, (2001),
mengemukakan bahwa motivasi adalah suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan
mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke
tercapainya tujuan tertentu. Bila kebutuhan telah terpenuhi maka akan dicapai
suatu kepuasan. Sekelompok kebutuhan yang belum terpuaskan akan menimbulkan
ketegangan, sehingga perlu dilakukan serangkaian kegiatan untuk mencari
pencapaian tujuan khusus yang dapat memuaskan sekelompok kebutuhan tadi, agar
ketegangan menjadi berkurang. Pinder, (1998) berpendapat bahwa motivasi kerja
merupakan seperangkat kekuatan baik yang berasal dari dalam diri maupun dari
luar diri seseorang yang mendorong untuk memulai berperilaku kerja, sesuai
dengan format, arah, intensitas dan jangka waktu tertentu.
Berdasarkan beberapa pendapat
para ahli tersebut dapat disimpulkan, bahwa motivasi kerja adalah dorongan yang
tumbuh dalam diri seseorang, baik yang berasal dari dalam dan luar dirinya
untuk melakukan suatu pekerjaan dengan semangat tinggi menggunakan semua
kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya.
B.
Pentingnya Motivasi Kerja
Motivasi kerja bisa naik
turun bahkan tak jarang hilang sama sekali. Kehilangan motivasi kerja bisa disebabkan karena kita kekurangan alasan
mengapa harus bekerja misalnya karena kita tidak ada lagi motivasi
untuk hidup. Hidup tentu mampunyai arti yang luas, bukan sekedar
bernafas saja. Hidup menjadi lebih hidup ketika seseorang hidup seleranya,
cita-citanya, semangatnya, tenaganya, visinya, bisnisnya, amalannya, kontribusinya
pada sesama dan banyak lagi.
Kehilangan motivasi kerja dalam arti luas berarti
seperti kehilangan motivasi hidup dalam arti luas pula, jika kehilangan
motivasi kerja dalam waktu yang lama maka resikonya dalam jangka panjang adalah
mati. Kalau sekali waktu kehilangan motivasi hidup dalam waktu pendek misalnya
sejam dua jam atau sehari dua hari itu normal saja, namun kehilangan motivasi
kerja tersebut tetaplah penyakit yang perlu disembuhkan.
C.
Teori-Teori
Motivasi
1.
Teori Tata
Tingkat Kebutuhan
Maslow berpendapat bahwa kondisi manusia berada dalam
kondisi mengajar yang bersinambung. Jika satu kebutuhan dipenuhi, langsung
kebutuhan tersebut diganti oleh kebutuhan lain. Maslow mengajukan bahwa ada
lima kelompok kebutuhan, yaitu kebutuhan faali (fisiologikal), rasa aman,
sosial, harga diri, dan aktualisasi diri. Adapun uraian dari kelima kebutuhan
itu adalah sebagai berikut.
a.
Kebutuhan fisik (physical
needs)
Yang
meliputi kebutuhan sehari-hari untuk makan, minum, berpakaian, bertempat tinggal,
berrumahtangga dan sejenisnya.
b.
Kebutuhan keamanan (safety
needs)
Yang
meliputi kebutuhan untuk memperoleh keselamatan, keamanan, jaminan atau
perlindungan dari ancaman-ancaman yang membahayakan kelangsungan hidupnya.
c.
Kebutuhan Sosial (social
need)
Kebutuhan
untuk disukai dan menyukai, dicintai dan mencintai, bergaul, bermasyarakat dan
sejenisnya.
d.
Kebutuhan pengakuan/haraga diri (the needs of esteems)
Kebutuhan
untuk memperoleh kehormatan, penghormatan, pujian, penghargaan dan pengakuan.
e.
Kebutuhan mengaktualisasikan diri .(the needs for self actualization)
Kebutuhan
untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Kebutuhan ini
mencakup kebutuhan untk menjadi kreatif, kebutuhan
untuk dapat
merealisasikan potensinya secara penuh.
2.
Teori
Eksistensi-Relasi-Pertumbuhan
Teori motivasi ini yang dikenal sebagai teori ERG
sebagai singkatan dari Existence,
Relatedness, dan Growth need,
dikembangkan oleh Alderfer, dan merupakan salah satu modifikasi dan reformulasi
dari teori tata tingkat kebutuhan dari Maslow. Alderfer mengelompokkan
kebutuhan ke dalam tiga kelompok, yaitu:
a.
Kebutuhan eksistensi (existence need), merupakan kebutuhan akan substansi material
seperti keinginan untuk memperoleh makanan, air, perumahan, uang, mebel, dan
mobil. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan fisiologikal dan kebutuhan rasa aman
dari Maslow.
b. Kebutuhan
hubungan (relatedness need),
merupakan kebutuhan untuk membagi pikiran dan perasaan dengan orang lain dan
membiarkan mereka menikmati hal-hal yang sama dengan kita. Kebutuhan ini
mencakup kebutuhan sosial dan bagian eksternal dari kebutuhan esteem (penghargaan dari Maslow.
c. Kebutuhan
pertumbuhan (growth needs), merupakan kebutuhan-kebutuhan yang
dimiliki seseorang untuk mengembangkan kecakapan mereka secara penuh. Selain
kebutuhan aktualisasi diri, juga mencakup bagian intrinsik dari kebutuhan harga
diri dari Maslow.
3.
Teori Dua
Faktor
Teori dua
faktor disebut juga teori hygiene-motivasi
dikembangkan oleh Herzberg. Dengan menggunakan metode insiden kritikal, ia
mengumpulkan data dari 203 akuntan dan sarjana teknik. Ia tanyakan kepada
mereka untuk mengingat kembali saat-saat mereka merasakan sangat senang atau
sangat tidak senang dengan pekerjaan mereka, apa saja yang menentukan rasa
demikian dan dampaknya terhadap unjuk kerjanya dan rasa secara menyeluruh dan
kesehatan.
Faktor-faktor
yang menimbulkan kepuasan kerja, yang ia namakan faktor motivator, mencakup
faktor-faktor yang berkaitan dengan isi dari pekerjaan, yang merupakan faktor
intrinsik dari pekerjaan, yaitu:
a.
Tanggung jawab (responsibility),
besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan diberikan kepada seorang tenaga
kerja.
b.
Kemajuan (advancement),
besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja dapat maju dalam pekerjaannya.
c.
Pekerjaan itu sendiri, besar kecilnya tantangan yang
dirasakan tenaga kerja dari pekerjaannya.
d.
Capaian (achievement),
besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja mencapai prestasi kerja yang tinggi.
e.
Pengakuan (recognition),
besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada tenaga kerja atas unjuk
kerjanya.
Kelompok faktor lain yang menimbulkan ketidakpuasan
berkaitan dengan konteks dari pekerjaan, dengan faktor-faktor ekstrinsik dari
pekerjaan dan meliputi faktor-faktor:
1. Administrasi
dan kebijakan perusahaan.
2. Penyeliaan,
derajat kewajaran penyeliaan yang dirasakan diterima oleh tenaga kerja.
3. Gaji
4. Hubungan
antar pribadi.
5. Kondisi
kerja
4.
Teori
Penetapan Tujuan (Goal Setting Theory)
Orang termotivasi untuk mencapai tujuan yang jelas,
sebaliknya orang akan bermotivasi kerja rendah bila tujuan dari pekerjaannya
tidak jelas. Orang yang tugasnya jelas tujuannya dan lebih “menantang” akan menunjukkan
motivasi kerja yang lebih besar daripada orang yang tujuan tugasnya kabur atau
terlalu mudah untuk mencapainya. Pendapat tersebut di atas dikemukakan oleh
Locke.
Memberi tujuan yang jelas akan lebih memorivasi
daripada hanya sekedar mengatakan “kerjakan dengan sebaik-baiknya” padahal
tujuan yang harus dicapai tidak jelas. Penentuan tujuan yang jelas merupakan
kepemimpinan tersendiri. Oleh karena itu, rumuskan tujuan setiap pekerjaan
dengan jelas agar orang-orang yang akan mengerjakan mengetahui dengan baik.
5.
Teori
Kesamaan atau Keseimbangan (Equity
Theory)
Orang cenderung akan membandingkan
insentif atau reward yang
diperolehnya dengan insentif yang diterima oleh orang lain yang mempunyai beban
kerja serupa. Bila besarnya insentif antara dua orang itu sama, maka akan
muncul motivasi kerja. Bila lebih kecil maka akan timbul rasa kecewa yang
kemudian mengurangi motivasinya untuk bekerja dengan baik. Bila salah seorang
menerima lebih banyak, maka dia akan termotivasi lebih kuat. Teori keseimbangan
ini menyatakan orang cenderung untuk selalu melihat rasio antara beban kerja (effort) dengan penghargaan yang
diterimanya
D. Cara Meningkatkan Motivasi Kerja
I.
Memotivasi
Lewat Sentuhan-Sentuhan Kecil
Beberapa bentuk sentuhan-sentuhan kecil yang membuat
bawahan termotivir, antara lain:
1.
Mengucapkan
salam lebih dahulu;
2.
Mengembangkan
jabat tangan yang hangat dengan menatap matanya;
3.
Memberikan
pujian yang tulus dan memergoki orang mengerjakan yang benar;
4.
Berikan
senyuman pada saat bertemu dan berpisah;
5.
Tanyakan
kesehatan dan kondisi keluarganya dan tunjukkan rasa empati.
II.
Mengobarkan
Semangat Bawahan dengan Cara Membuat Mereka Merasa Penting
Beberapa cara manajer dapat membuat karyawannya merasa
penting, antara lain:
1.
Dengarkanlah
mereka secara baik-baik dengan penuh perhatian;
2. Jangan
sekali-sekali pada saat bawahan menghadap di ruang Anda, Anda mendengarkan
sambil menulis, menandatangani surat, atau mengangkat telepon;
3. Hargai
pendapat, dan ide-idenya, tanggapilah dengan umpan balik yang positif;
4. Memberi
kesempatan untuk mengikuti pelatihan dan training.
III.
Kritik yang
Konstruktif untuk Bawahan
Beberapa cara mengkritik secara konstruktif untuk
bawahan yaitu sebagai berikut.
1.
Jika ada
sesuatu yang tidak beres, usahakan mencara siapa yang bersalah atas hal itu
secara tepat;
2.
Jelaskan
kepada bawahan mengenai suatu kesalahan secara spesifik dan berilah kesempatan
pada orang yang bersalah untuk mengetahui secara jelas kesalahannya;
3.
Seharusnya
kita dapat mengendalikan diri pada saat mengkritik seseorang;
4.
Seharusnya
kita biasa memberikan kritik secara pribadi;
5.
Seharusnya
kita memuji terlebih dahulu sebelum memberikan kritik;
6.
Tunjukkan
bahwa kita turut bertanggung jawab atas kesalahan bawahan;
7.
Dengarkan
dengan sabar penjelasan dan alasan dari orang yang melakukannya.
8.
Bantulah
orang tersebut untuk memperoleh kembali kepercayaan dan harga dirinya;
9.
Seharusnya
kita bisa memaafkan dan melupakan suatu kesalahan.
IV.
Taktik
Mengatasi Bawahan yang Tidak Loyal
Beberapa taktik mengatasi bawahan yang tidak loyal
antara lain:
1.
Beri
keteladanan pada mereka, sikap dan perilaku kita harus pantas menjadi contoh,
jangan pernah melakukan sesuatu yang tidak pantas di hadapan mereka;
2.
Bertindaklah
adil jika kita terpaksa memperlakukan istimewa terhadap satu atau beberapa
orang, berikan penjelasan mengapa ia berbuat begitu agar ia memahami;
3.
Menjaga
perkataan kita terutama pada saat marah, kata-kata yang menusuk hati tidak akan
membuat orang sadar tapi sebaliknya justru akan antipati pada kita.
.