A. Pengertian
Stres Kerja
Stres adalah suatu kondisi dinamik yang
didalamnya seorang individu dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala
(constraints), atau tuntutan (demands) yang dikaitkan dengan apa yang sangat
diinginkannya dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting.
(Schuler : 1980)
“Stres adalah suatu kondisi dimana keadaan tubuh terganggu karena tekanan psikologis. Biasanya stres dikaitkan bukan karena penyakit fisik tetapi lebih mengenai kejiwaan. Akan tetapi karena pengaruh stres tersebut maka penyakit fisik bisa muncul akibat lemahnya dan rendahnya daya tahan tubuh pada saat tersebut.” (wikipedia.de/stress).
“Stres adalah suatu kondisi dimana keadaan tubuh terganggu karena tekanan psikologis. Biasanya stres dikaitkan bukan karena penyakit fisik tetapi lebih mengenai kejiwaan. Akan tetapi karena pengaruh stres tersebut maka penyakit fisik bisa muncul akibat lemahnya dan rendahnya daya tahan tubuh pada saat tersebut.” (wikipedia.de/stress).
Stres tidak dengan sendirinya harus buruk.
Walaupun stres lazimnya dibahas dalam konteks negatif, stres juga mempunyai
nilai positif. Stres merupakan suatu peluang bila stres itu menawarkan
perolehan yang potensial. Perhatikan misalnya kinerja yang unggul yang
ditunjukkan oleh seorang atlit atau pemanggung dalam situasi-situasi yang
“mencekam”. Individu semacam itu sering menggunakan stres secara positif untuk
meningkatkan kinerja mendekati maksimum mereka.
Menurut Charles D, Spielberger (dalam Ilandoyo, 2001:63) menyebutkan
bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya
obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah
berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan
yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.
Menurut Charles D, Spielberger (dalam Ilandoyo, 2001:63) menyebutkan
bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya
obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah
berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan
yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.
Gejala Stres
Cary Cooper dan Alison Straw (1995:8-15) mengemukakan gejala stres
dapat berupa tanda-tanda berikut ini:
1. Fisik, yaitu nafas memburu, mulut dan
kerongkongan kering, tangan
lembab, rnerasa panas, otot-otot tegang, pencemaan terganggu, sembelit, letih yang tidak beralasan, sakit kepala, salah urat dan gelisah.
lembab, rnerasa panas, otot-otot tegang, pencemaan terganggu, sembelit, letih yang tidak beralasan, sakit kepala, salah urat dan gelisah.
2. Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas dan
sedih, jengkel, saiah paham,
tidak berdaya, tidak mampu berbuat apa-apa, gelisah, gagal, tidak menarik,
kehilangan semangat, sulit konsentrasi, sulit berfikir jemih, sulit membuat
kcputusan, hilangnya kreatifitas, hilangnya gairah dalam penampilan dan
hilangnya minat terhadap orang lain.
tidak berdaya, tidak mampu berbuat apa-apa, gelisah, gagal, tidak menarik,
kehilangan semangat, sulit konsentrasi, sulit berfikir jemih, sulit membuat
kcputusan, hilangnya kreatifitas, hilangnya gairah dalam penampilan dan
hilangnya minat terhadap orang lain.
3. Watak dan kepribadian, yaitu sikap
hati-hati menjadi cermat yang
berlebihan, cemas menjadi lekas panik, kurang percaya diri menjadi rawan,
penjengkel menjadi meledak-ledak.
berlebihan, cemas menjadi lekas panik, kurang percaya diri menjadi rawan,
penjengkel menjadi meledak-ledak.
Dari beberapa uraian diatas, dapat
disimpulkan bahwa stres merupakan
suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang dimana ia terpaksa memberikan tanggapan melcbihi kcrnampuan penyesuaian dirinya terhadap suatu tuntutan eksternal (lingkungan). Stres yang
terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi
lingkungannya. Sebagai hasilnya, pada diri para karyawan berkembang berbagai macam gejala stres yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka.
suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang dimana ia terpaksa memberikan tanggapan melcbihi kcrnampuan penyesuaian dirinya terhadap suatu tuntutan eksternal (lingkungan). Stres yang
terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi
lingkungannya. Sebagai hasilnya, pada diri para karyawan berkembang berbagai macam gejala stres yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka.
Pengertian Stres Kerja
Baron & Greenberg(dalam
Margiati,1999:71), mendefinisikan stres sebagai reaksi-reaksi emosional dan
psikologis yang terjadi pada situasi dimana tujuan individu mendapat halangan
dan tidak bisa mengatasinya. Aamodt (dalam Margiati, 1999:71) memandangnya
sebagai respon adaptif yang merupakan karakteristik individual dan konsekuensi
dan tindakan ekstcrnai, situasi atau peristiwa yang terjadi baik secara fisik
maupun psikologis. Berbeda dengan pakar di atas, Landy (dalam Margiati,
1999:71) memahaminya sebagai ketidakseimbangan keinginan dan kemampuan
memenuhinya sehingga menimbulkan konsekuensi pcnting bagi dirinya. Robbins
memberikan definisi stres sebagai suatu kondisi dinamis di mana individu
dihadapkan pada kesempatan, hambatan dan keinginan dan hasil yang diperoleh
sangatlah penting tetapi tidak dapat dipastikan (Robbins dafam Dwiyanti,
2001:27).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
terjadinya stres kerja adalah
dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan
dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua
kondisi pekerjaan. Adanya beberapa atribut tertentu dapat mempengaruhi daya tahan stress seorang karyawan.
dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan
dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua
kondisi pekerjaan. Adanya beberapa atribut tertentu dapat mempengaruhi daya tahan stress seorang karyawan.
Luthans (dalam Yulianti, 2000:10)
mendefinisikan stres sebagai suatu
tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan
proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan lingkungan, situasi atau
peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena tuntutan
lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat berbeda.
Masalah Stres kerja di dalam organisasi perusahaan menjadi gejala yang penting
diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien di dalam pekerjaan. Akibat
adanya stres kerja tersebut yaitu orang menjadi nervous, merasakan kecemasan
yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses berifikir dan kondisi fisik
individu.
tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan
proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan lingkungan, situasi atau
peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena tuntutan
lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat berbeda.
Masalah Stres kerja di dalam organisasi perusahaan menjadi gejala yang penting
diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien di dalam pekerjaan. Akibat
adanya stres kerja tersebut yaitu orang menjadi nervous, merasakan kecemasan
yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses berifikir dan kondisi fisik
individu.
B. Faktor
– faktor Penyebab Stres Kerja
Terdapat dua faktor penyebab atau sumber
munculnya stres atau stres kerja,
yaitu faktor Lingkungan kerja dan Faktor personal (Dwiyanti, 2001:75).
yaitu faktor Lingkungan kerja dan Faktor personal (Dwiyanti, 2001:75).
a. Faktor Lingkungan Kerja
Faktor lingkungan kerja dapat berupa
kondisi fisik, manajemen kantor maupun hubungan sosial di lingkungan pekerjaan.
b. Faktor Personal
Sedang faktor personal bisa berupa tipe
kepribadian, peristiwa/pengalaman pribadi maupun kondisi sosial-ekonomi
keluarga di mana pribadi berada dan mengembangkan diri.
Betapapun faktor kedua tidak secara
langsung berhubungan dengan kondisi pekerjaan, namun karena dampak yang
ditimbulkan pekerjaan cukup besar, maka faktor pribadi ditcmpatkan sebagai
sumber atau penyebab munculnya stres. Secara umum dikelompokkan sebagai berikut
(Dwiyanti, 2001:77-79):
1. Tidak adanya dukungan sosial. Artinya,
stres akan cenderung muncul pada
para karyawan yang tidak mendapat dukungan dari lingkungan sosial mereka.Dukungan sosial di sini bisa berupa dukungan dari lingkungan pekerjaan maupun lingkungan keluarga. Begitu juga ketika seseorang tidak memperoleh dukungan dari rekan sekerjanya (baik pimpinan maupun bawahan) akan cenderung lebih mudah terkena stres.
para karyawan yang tidak mendapat dukungan dari lingkungan sosial mereka.Dukungan sosial di sini bisa berupa dukungan dari lingkungan pekerjaan maupun lingkungan keluarga. Begitu juga ketika seseorang tidak memperoleh dukungan dari rekan sekerjanya (baik pimpinan maupun bawahan) akan cenderung lebih mudah terkena stres.
2. Tidak adanya kesempatan bcrpartisipasi
dalam pembuatan keputusan di
kantor. Hal ini berkaitan dengan hak dan kewenangan seseorang dalam
menjalankan tugas dan pekerjaannya. Banyak orang mengalami stres kerja ketika mereka tidak dapat memutuskan persoalan yang menjadi tanggung jawab dan kewcnangannya. Stres kerja juga bisa terjadi ketika seorang karyawan tidak dilibatkan dalam pembuatan keputusan yang menyangkut dirinya.
kantor. Hal ini berkaitan dengan hak dan kewenangan seseorang dalam
menjalankan tugas dan pekerjaannya. Banyak orang mengalami stres kerja ketika mereka tidak dapat memutuskan persoalan yang menjadi tanggung jawab dan kewcnangannya. Stres kerja juga bisa terjadi ketika seorang karyawan tidak dilibatkan dalam pembuatan keputusan yang menyangkut dirinya.
3. Pelecehan seksual. Yakni, kontak atau
komunikasi yang berhubungan atau
dikonotasikan berkaitan dengan seks yang tidak diinginkan. Pelecehan seksual ini bisa dimulai dari yang paling kasar seperti memegang bagian badan yang sensitif, mengajak kencan dan semacamnya sampai yang paling halus berupa rayuan, pujian bahkan senyuman yang tidak pada konteksnya. Dari banyak kasuspelecehan seksual yang sering menyebabkan stres kerja adalah perlakuan kasar atau pengamayaan fisik dari lawan jenis dan janji promosi jabatan namun tak kunjung terwujud hanya karena wanita.
dikonotasikan berkaitan dengan seks yang tidak diinginkan. Pelecehan seksual ini bisa dimulai dari yang paling kasar seperti memegang bagian badan yang sensitif, mengajak kencan dan semacamnya sampai yang paling halus berupa rayuan, pujian bahkan senyuman yang tidak pada konteksnya. Dari banyak kasuspelecehan seksual yang sering menyebabkan stres kerja adalah perlakuan kasar atau pengamayaan fisik dari lawan jenis dan janji promosi jabatan namun tak kunjung terwujud hanya karena wanita.
4. Kondisi lingkungan kerja. Kondisi
lingkungan kerja fisik ini bisa berupa
suhu yang terlalu panas, terlalu dingin, tcrlalu sesak, kurang cahaya, dan
semacamnya. Ruangan yang terlalu panas menyebabkan ketidaknyamanan
seseorang dalam menjalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan yang terlalu
dingin. Panas tidak hanya dalam pengertian temperatur udara tetapi juga sirkulasi atau arus udara. Di samping itu, kebisingan juga memberi andil tidak kecil munculnya stres kerja, sebab beberapa orang sangat sensitif pada kebisingan dibanding yang lain (Muchinsky dalam Margiati, 1999:73)
suhu yang terlalu panas, terlalu dingin, tcrlalu sesak, kurang cahaya, dan
semacamnya. Ruangan yang terlalu panas menyebabkan ketidaknyamanan
seseorang dalam menjalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan yang terlalu
dingin. Panas tidak hanya dalam pengertian temperatur udara tetapi juga sirkulasi atau arus udara. Di samping itu, kebisingan juga memberi andil tidak kecil munculnya stres kerja, sebab beberapa orang sangat sensitif pada kebisingan dibanding yang lain (Muchinsky dalam Margiati, 1999:73)
5. Manajemen yang tidak sehat. Banyak orang
yang stres dalam pekerjaan
ketika gaya kepemimpinan para manajernya cenderung neurotis, yakni seorang pemimpin yang sangat sensitif, tidak percaya orang lain (khususnya bawahan), perfeksionis, terlalu mendramatisir suasana hati atau peristiwa sehingga mempengaruhi pembuatan keputusan di tempat kerja. Situasi kerja atasan selalu mencurigai bawahan, membesarkan peristiwa/kejadian yang semestinya sepele dan semacamnya, seseorang akan tidak leluasa menjalankan pekerjaannya, yang pada akhirnya akan menimbulkan stres (Minner dalam Margiati, 1999:73).
ketika gaya kepemimpinan para manajernya cenderung neurotis, yakni seorang pemimpin yang sangat sensitif, tidak percaya orang lain (khususnya bawahan), perfeksionis, terlalu mendramatisir suasana hati atau peristiwa sehingga mempengaruhi pembuatan keputusan di tempat kerja. Situasi kerja atasan selalu mencurigai bawahan, membesarkan peristiwa/kejadian yang semestinya sepele dan semacamnya, seseorang akan tidak leluasa menjalankan pekerjaannya, yang pada akhirnya akan menimbulkan stres (Minner dalam Margiati, 1999:73).
6. Tipe kepribadian. Seseorang dengan
kcpribadian tipe A cenderung
mengalami sires dibanding kepribadian tipe B. Bebcrapa ciri kepribadian tipe ini adalah sering merasa diburu-buru dalam menjalankan pekerjaannya, tidak sabaran, konsentrasi pada lebih dan satu pekerjaan pada waktu yang sama, cenderung tidak puas terhadap hidup (apa yang diraihnya), cenderung berkompetisi dengan orang lain meskipun dalam situasi atau peristiwa yang non kompetitif. Dengan begitu, bagi pihak perusahaan akan selalu mengalami dilema kctika mengambil pegawai dengan kepribadian tipe A. Sebab, di satu sisi akan memperoleh hasil yang bagus dan pekerjaan mereka, namun di sisi lain perusahaan akan mendapatkan pegawai yang mendapat resiko serangan/sakit jantung (Minner dalam Margiati, 1999:73).
mengalami sires dibanding kepribadian tipe B. Bebcrapa ciri kepribadian tipe ini adalah sering merasa diburu-buru dalam menjalankan pekerjaannya, tidak sabaran, konsentrasi pada lebih dan satu pekerjaan pada waktu yang sama, cenderung tidak puas terhadap hidup (apa yang diraihnya), cenderung berkompetisi dengan orang lain meskipun dalam situasi atau peristiwa yang non kompetitif. Dengan begitu, bagi pihak perusahaan akan selalu mengalami dilema kctika mengambil pegawai dengan kepribadian tipe A. Sebab, di satu sisi akan memperoleh hasil yang bagus dan pekerjaan mereka, namun di sisi lain perusahaan akan mendapatkan pegawai yang mendapat resiko serangan/sakit jantung (Minner dalam Margiati, 1999:73).
7. Peristiwa/pengalaman pribadi. Stres kerja
sering disebabkan pengalaman
pribadi yang menyakitkan, kematian pasangan, perceraian, sekolah, anak sakit atau gagal sekolah, kehamilan tidak diinginkan, peristiwa traumatis atau menghadapi masalah (pelanggaran) hukum. Banyak kasus menunjukkan bahwa tingkat stress paling tinggi terjadi pada seseorang yang ditinggal mati pasangannya, sementara yang paling rendah disebabkan oleh perpindahan tempat tinggal. Disamping itu, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari, kesepian, perasaan tidak aman, juga termasuk kategori ini (Baron & Greenberg dalam Margiati, 1999:73).
pribadi yang menyakitkan, kematian pasangan, perceraian, sekolah, anak sakit atau gagal sekolah, kehamilan tidak diinginkan, peristiwa traumatis atau menghadapi masalah (pelanggaran) hukum. Banyak kasus menunjukkan bahwa tingkat stress paling tinggi terjadi pada seseorang yang ditinggal mati pasangannya, sementara yang paling rendah disebabkan oleh perpindahan tempat tinggal. Disamping itu, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari, kesepian, perasaan tidak aman, juga termasuk kategori ini (Baron & Greenberg dalam Margiati, 1999:73).
C. Pengertian
Kepuasan Kerja
Pengertian Kepuasan Kerja
Luthans (1998:126) merumuskan kepuasan kerja adalah suatu keadaan emosi
seseorang yang positif maupun menyenangkan yang dihasilkan dan penilaian suatu
pekerjaan atau pengalaman kerja. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang
terhadap pekerjaannya. Hal ini tampak dalam sikap positif karyawan terhadap
pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya. Setiap
karyawan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan nilai yang
berlaku pada dirinya. Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan
keinginan dan aspek-aspek diri individu, maka ada kecenderungan semakin tinggi
tingkat kepuasan kerjanya. Kepuasan kerja dapat mengakibatkan pengaruh terhadap
tingkat turnover dan tingkat absensi terhadap kesehatan fisik dan mental
karyawan serta tingkat kelambanan.
Kepuasan dapat dirumuskan
sebagai respon umum pekerja berupa perilaku yang ditampilkan oleh karyawan
sebagai hasil persepsi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya.
Seorang pekerja yang masuk dan bergabung dalam suatu organisasi mempunyai
seperangkat keinginan, kebutuhan, hasrat dan pengalaman masa lalu yang menyatu
dan membentuk suatu harapan yang diharapkan dapat dipenuhi di tempatnya
bekerja. Kepuasan kerja ini akan didapat apabila ada kesesuaian antara harapan
pekerja dan kenyataan yang didapatkan ditempat bekerja. Persepsi pekerja
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya dan kepuasan kerja
melibatkan rasa aman, rasa adil, rasa menikmati, rasa bergairah, status dan
kebanggaan. Dalam persepsi ini juga dilibatkan situasi kerja pekerja yang
bersangkutan yang meliputi interaksi kerja, kondisi kerja, pengakuan, hubungan
dengan atasan, dan kesempatan promosi. Selain itu di dalam persepsi ini juga
tercakup kesesuaian antara kemampuan dan keinginan pekerja dengan kondisi
organisasi tempat bekerja yang meliputi jenis pekerjaan, minat, bakat,
penghasilan dan insentif.
Menurut Locke dalam Munandar
(2001:350) tenaga kerja yang puas dengan pekerjaannya merasa senang dengan
pekerjaannya. Keyakinan bahwa karyawan yang terpuaskan akan lebih produktif daripada
karyawan yang tak terpuaskan merupakan suatu ajaran dasar diantara para manajer
selama bertahun-tahun (Robbins, 2001:26).
Menurut Strauss dan Sayles
dalam Handoko (2001:196) kepuasan kerja juga penting untuk aktualisasi,
karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai
kematangan psikologis, dan pada gilirannya akan menjadi frustasi. Karyawan yang
seperti ini akan sering melamun, mempunyai semangat kerja yang rendah, cepat
lelah dan bosan, emosi tidak stabil, sering absen dan melakukan kesibukan yang
tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang harus dilakukan. Sedangkan karyawan
yang mendapatkan kepuasan kerja biasanya mempunyai catatan kehadiran dan
perputaran kerja yang lebih baik, kurang aktif dalam kegiatan serikat karyawan,
dan kadang-kadang berprestasi bekerja lebih baik daripada karyawan yang tidak
memperoleh kepuasan kerja. Oleh karena itu kepuasan kerja mempunyai arti
penting baik bagi karyawan maupun perusahaan, terutama karena menciptakan
keadaan positif di dalam lingkungan kerja perusahaan.
Kepuasan kerja merupakan hasil
keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya tenaga kerja terhadap
berbagai aspek dari pekerjaannya. Dengan kata lain kepuasan mencerminkan sikap
tenaga kerja terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu karakteristik pekerjaan, gaji, penyeliaan, rekan-rekan sejawat
yang menunjang dan kondisi kerja yang menunjang. (Munandar, 2001:357).
D. Dampak
Stres dan Kepusan kerja
Perkembangan
ekonomi yang cepat, perampingan perusahaan, PHK, merger dan bangkrutnya
beberapa perusahaan sebagai akibat dari krisis yang
berkepanjangan telah menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi
ribuan bahkan jutaan tenaga kerja. Mereka harus rela dipindahkan ke
bagian yang sangat tidak mereka kuasai dan tidak tahu berapa lama lagi
mereka akan dapat bertahan atau dipekerjakan. Selain itu mereka harus
menghadapi bos baru, pengawasan yang ketat, tunjangan kesejahteraan
berkurang dari sebelumnya dan harus bekerja lebih lama dan lebih giat
demi mempertahankan status sosial ekonomi keluarga. Para pekerja di
setiap level mengalami tekanan dan ketidakpastian. Situasi inilah yang
seringkali memicu terjadinya stres kerja.
berkepanjangan telah menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi
ribuan bahkan jutaan tenaga kerja. Mereka harus rela dipindahkan ke
bagian yang sangat tidak mereka kuasai dan tidak tahu berapa lama lagi
mereka akan dapat bertahan atau dipekerjakan. Selain itu mereka harus
menghadapi bos baru, pengawasan yang ketat, tunjangan kesejahteraan
berkurang dari sebelumnya dan harus bekerja lebih lama dan lebih giat
demi mempertahankan status sosial ekonomi keluarga. Para pekerja di
setiap level mengalami tekanan dan ketidakpastian. Situasi inilah yang
seringkali memicu terjadinya stres kerja.
Dalam hubungan dengan pekerjaan
atau profesi yang ditekuni setiap
orang memiliki kemampuan berbeda untuk menyangga beban pekerjaannya.
Interaksi manusia sebagai pekerja dengan pekerjaan dan lingkungan kerja
menyebabkan efek positif ataupun efek negatif. Sikap positif terhadap
pekerjaan membuat karyawan menganggap stresor dari pekerjaan sebagai
suatu yang memberikan manfaat baginya sehingga dapat memperlemah
terjadinya stres namun, sebaliknya bila karyawan tidak mampu menghadapi
stresor dari pekerjaan maka hal tersebut akan membuat karyawan mengalami stres.
Charles dan Sharason (1988, hal 29) menjelaskan bahwa stres kerja
terjadi ketika kemampuan individu tidak seimbang atau tidak sesuai
dengan tuntutan dalam lingkungan pekerjaannya. Stres dalam pekerjaan
menimbulkan konsekuensi yang bermacam–macam jenisnya, baik berupa akibat
kognitif, fisiologis maupun keorganisasian. Akibat kognitif dari stres
antara lain adalah ketidakmampuan mengambil keputusan yang sehat, kurang
konsentrasi, sangat peka terhadap kecaman dan rintangan mental. Akibat
fisiologis dari stres antara lain adalah tekanan darah naik, mulut
kering, berkeringat dan sebagainya. Akibat keorganisasian dari stres
antara lain adalah kemangkiran, produktivitas rendah, ketidakpuasan
kerja, menurunnya ketertarikan dan loyalitas terhadap organisasi
(Gibson, Ivancevich dan Donnely, 1988).
orang memiliki kemampuan berbeda untuk menyangga beban pekerjaannya.
Interaksi manusia sebagai pekerja dengan pekerjaan dan lingkungan kerja
menyebabkan efek positif ataupun efek negatif. Sikap positif terhadap
pekerjaan membuat karyawan menganggap stresor dari pekerjaan sebagai
suatu yang memberikan manfaat baginya sehingga dapat memperlemah
terjadinya stres namun, sebaliknya bila karyawan tidak mampu menghadapi
stresor dari pekerjaan maka hal tersebut akan membuat karyawan mengalami stres.
Charles dan Sharason (1988, hal 29) menjelaskan bahwa stres kerja
terjadi ketika kemampuan individu tidak seimbang atau tidak sesuai
dengan tuntutan dalam lingkungan pekerjaannya. Stres dalam pekerjaan
menimbulkan konsekuensi yang bermacam–macam jenisnya, baik berupa akibat
kognitif, fisiologis maupun keorganisasian. Akibat kognitif dari stres
antara lain adalah ketidakmampuan mengambil keputusan yang sehat, kurang
konsentrasi, sangat peka terhadap kecaman dan rintangan mental. Akibat
fisiologis dari stres antara lain adalah tekanan darah naik, mulut
kering, berkeringat dan sebagainya. Akibat keorganisasian dari stres
antara lain adalah kemangkiran, produktivitas rendah, ketidakpuasan
kerja, menurunnya ketertarikan dan loyalitas terhadap organisasi
(Gibson, Ivancevich dan Donnely, 1988).
Ada beberapa alasan mengapa
masalah stres yang berkaitan dengan
organisasi perlu diangkat ke permukaan pada saat ini (Nimran, 1999:79-80). Di antaranya adalah:
organisasi perlu diangkat ke permukaan pada saat ini (Nimran, 1999:79-80). Di antaranya adalah:
1. Masalah stres adalah masalah yang
akhir-akhir ini hangat dibicarakan, dan posisinya sangat penting dalam
kaitannya dengan produkttfitas kerja karyawan.
2. Selain dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
bersumber dari luar organisasi,
stress juga banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam
organisasi. Oleh karenanya perlu disadari dan dipahami keberadaannya.
stress juga banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam
organisasi. Oleh karenanya perlu disadari dan dipahami keberadaannya.
3. Pemahaman akan sumber-sumber stres yang
disertai dengan pemahaman
terhadap cara-cara mengatasinya, adalah penting sekali bagi karyawan dan
siapa saja yang terlibat dalam organisasi demi kelangsungan organisasi yang
sehat dan efektif.
terhadap cara-cara mengatasinya, adalah penting sekali bagi karyawan dan
siapa saja yang terlibat dalam organisasi demi kelangsungan organisasi yang
sehat dan efektif.
4. Banyak di antara kita yang hampir pasti
merupakan bagian dari satu atau
beberapa organisasi, baik sebagai atasan maupun sebagai bawahan, pernah
mengalami stres meskipun dalam taraf yang amat rendah.
beberapa organisasi, baik sebagai atasan maupun sebagai bawahan, pernah
mengalami stres meskipun dalam taraf yang amat rendah.
5. Dalam zaman kemajuan di segala bidang
seperti sekarang ini manusia
semakin sibuk. Di situ pihak peraiatan kerja semakin modern dan efisien,
dan di lain pihak beban kerja di satuan-satuan organisasi juga semakin
bertambah. Keadaan ini tentu saja akan menuntut energi pegawai yang lebih
besar dari yang sudah-sudah. Sebagai akibatnya, pengalaman-pengalaman
yang disebut stres dalam taraf yang cukup tinggi menjadi semakin terasa.
Masalah-masalah tentang stres kerja pada dasarnya sering dikaitkan dengan
pengertian stres yang terjadi di lingkungan pekerjaan, yaitu dalam proses interaksi antara seorang karyawan dengan aspek-aspek pekerjaannya. Di dalam
membicarakan stres kerja ini perlu terlebih dahulu mengerti pengertian stres secara umum.
semakin sibuk. Di situ pihak peraiatan kerja semakin modern dan efisien,
dan di lain pihak beban kerja di satuan-satuan organisasi juga semakin
bertambah. Keadaan ini tentu saja akan menuntut energi pegawai yang lebih
besar dari yang sudah-sudah. Sebagai akibatnya, pengalaman-pengalaman
yang disebut stres dalam taraf yang cukup tinggi menjadi semakin terasa.
Masalah-masalah tentang stres kerja pada dasarnya sering dikaitkan dengan
pengertian stres yang terjadi di lingkungan pekerjaan, yaitu dalam proses interaksi antara seorang karyawan dengan aspek-aspek pekerjaannya. Di dalam
membicarakan stres kerja ini perlu terlebih dahulu mengerti pengertian stres secara umum.
Dampak Stres Kerja
Sumber stres yang menyebabkan seseorang
tidak berfungsi optimal atau
yang menyebabkan seseorang jatuh sakit, tidak saja datang dari satu macam
pembangkit tetapi dari beberapa pembangkit stres. Sebagian besar dari waktu
manusia bekerja. Karena itu lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh yang
besar terhadap kesehatan seseorang yang bekerja. Pembangkit stres di pekerjaan
merupakan pembangkit stres yang besar perannya terhadap kurang berfungsinya
atau jatuh sakitnya seseorang tenaga kerja yang bekerja. Faktor-faktor di pekerjaan
yang berdasarkan penelitian dapat menimbulkan stres dapat dikelompokkan ke
dalam lima kategori besar yaitu faktor-faktor intrinsik dalam
pekerjaan, peran dalam organisasi, pengembangan karir, hubungan dalam
pekerjaan, serta struktur dan iklim organisasi. Hurrel (dalam Munandar, 2001:381 -
401):
yang menyebabkan seseorang jatuh sakit, tidak saja datang dari satu macam
pembangkit tetapi dari beberapa pembangkit stres. Sebagian besar dari waktu
manusia bekerja. Karena itu lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh yang
besar terhadap kesehatan seseorang yang bekerja. Pembangkit stres di pekerjaan
merupakan pembangkit stres yang besar perannya terhadap kurang berfungsinya
atau jatuh sakitnya seseorang tenaga kerja yang bekerja. Faktor-faktor di pekerjaan
yang berdasarkan penelitian dapat menimbulkan stres dapat dikelompokkan ke
dalam lima kategori besar yaitu faktor-faktor intrinsik dalam
pekerjaan, peran dalam organisasi, pengembangan karir, hubungan dalam
pekerjaan, serta struktur dan iklim organisasi. Hurrel (dalam Munandar, 2001:381 -
401):
1. Faktor-faktor Intrinsik dalam Pekerjaan.
Termasuk dalam kategori ini ialah tuntutan fisik dan tuntutan tugas. Tuntutan
fisik misalnya faktor kebisingan. Sedangkan faktor-faktor tugas mencakup: kerja
malam, beban kerja, dan penghayatan dari resiko dan bahaya.
2. Peran Individu dalam Organisasi. Setiap
tenaga kerja bekerja sesuai dengan perannya dalam organisasi, artinya setiap
tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang harus dilakukan sesuai dengan
aturan-aturan yang ada dan sesuai dengan yang diharapkan oleh atasannya. Namun
demikian tenaga kerja tidak selalu berhasil untuk memainkan perannya tanpa
menimbulkan masaiah. Kurang baik berfungsinya peran, yang merupakan pembangkit
stres yaitu meiiputi: konflik peran dan ketaksaan peran (role ambiguity).
3. Pengembangan Karir
Unsur-unsur penting pengembangan karir
meliputi:
o Peluang untuk menggunakan ketrampilan
jabatan sepenuhnya
o Peluang mengembangkan kctrampilan yang baru
o Penyuluhan karir untuk memudahkan
keputusan-keputusan yang menyangkut karir.Pengembangan karir merupakan
pembangkit stress potensial yang mencakup ketidakpastian pekerjaan, promosi
berlebih, dan promosi yang kurang.
4. Hubungan dalam Pekerjaan
Hubungan Kerja yang tidak baik terungkap
dalam gejala-gejala adanya
kepercayaan yang rendah, dan minat yang rendah dalam pemecahan masalah
dalam organisasi. Ketidakpercayaan secara positif berhubungan dengan ketaksaan peran yang tinggi, yang mengarah ke komunikasi antar pribadi yang tidak sesuai antara pekerja dan ketegangan psikologikal dalam bcntuk kepuasan pekerjaan yang rendah, penurunan dari kodisi kesehatan, dan rasa diancam oleh atasan dan rekanrekan kerjanya (Kahn dkk, dalam Munandar, 2001:395).
kepercayaan yang rendah, dan minat yang rendah dalam pemecahan masalah
dalam organisasi. Ketidakpercayaan secara positif berhubungan dengan ketaksaan peran yang tinggi, yang mengarah ke komunikasi antar pribadi yang tidak sesuai antara pekerja dan ketegangan psikologikal dalam bcntuk kepuasan pekerjaan yang rendah, penurunan dari kodisi kesehatan, dan rasa diancam oleh atasan dan rekanrekan kerjanya (Kahn dkk, dalam Munandar, 2001:395).
5. Struktur dan iklim Organisasi
Faktor stres yang dikenali dalam kategorf
ini adalah terpusat pada sejauh
mana tenaga kerja dapat tcrlihat atau berperan serta pada support sosial.
Kurangnya peran serta atau partisipasi dalam pengambilan keputusan berhubungan dengan suasana hati dan perilaku negalif.
Peningkatan peluang untuk berperan serta menghasilkan peningkatan produktivitas, dan peningkatan taraf dari kesehatan mental dan fisik
mana tenaga kerja dapat tcrlihat atau berperan serta pada support sosial.
Kurangnya peran serta atau partisipasi dalam pengambilan keputusan berhubungan dengan suasana hati dan perilaku negalif.
Peningkatan peluang untuk berperan serta menghasilkan peningkatan produktivitas, dan peningkatan taraf dari kesehatan mental dan fisik
6. Tuntuan dari Luar Organisasi /Pekerjaan
Kategori Pembangkit stres potensial ini
mencakup segala unsur kehidupan
seseorang yang dapat berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa kehidupan dan kerja di dalam satu organisasi, dan dapat memberi tekanan pada individu. Isu-isu tentang keluarga, krisis kehidupan, kesulitan keuangan, keyakinan-keyakinan pribadi dan organisasi yang bertentangan, konflik antara tuntutan keluarga dan tuntutan perusahaan, semuanya dapat merupakan tekanan pada individu dalam pekerjaannya, sebagaimana halnya stres dalam pekerjaan mempunyai dampak yang negatif pada kehidupan keluarga dan pribadi.
seseorang yang dapat berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa kehidupan dan kerja di dalam satu organisasi, dan dapat memberi tekanan pada individu. Isu-isu tentang keluarga, krisis kehidupan, kesulitan keuangan, keyakinan-keyakinan pribadi dan organisasi yang bertentangan, konflik antara tuntutan keluarga dan tuntutan perusahaan, semuanya dapat merupakan tekanan pada individu dalam pekerjaannya, sebagaimana halnya stres dalam pekerjaan mempunyai dampak yang negatif pada kehidupan keluarga dan pribadi.
7. Ciri-Ciri Individu
Menurut pandangan interaktifdari stres,
stres ditcntukan pula oleh
individunya scndiri, sejauh mana ia melihat situasinya scbagai penuh stres. Reaksireaksi sejauh mana ia melihat situasinya sebagai penuh stres. Reaksi-reaksi psikologis, fisiologis, dan dalam bentuk perilaku terhadap stres adalah hasil dari interaksi situasi dengan individunya, mcncakup ciri-ciri kepribadian yang khusus dan pola-pola perilaku yang didasarkan pada sikap, kebutuhan, nilai-nilai, pengalaman masa lalu, kcadaan kehidupan dan kecakapan (antara lain intcligensi, pendidikan, pelatihan, pembelajaran). Dengan demikian, faktor-faktor dalam diri individu berfungsi sebagai faktor pengaruh antara rangsang dari lingkungan yang merupakan pembangkit stres potensial dengan individu. Faktor pengubah ini yang menentukan bagaimana, dalam kenyataannya, individu bereaksi terhadap pembangkit stres potensial.
individunya scndiri, sejauh mana ia melihat situasinya scbagai penuh stres. Reaksireaksi sejauh mana ia melihat situasinya sebagai penuh stres. Reaksi-reaksi psikologis, fisiologis, dan dalam bentuk perilaku terhadap stres adalah hasil dari interaksi situasi dengan individunya, mcncakup ciri-ciri kepribadian yang khusus dan pola-pola perilaku yang didasarkan pada sikap, kebutuhan, nilai-nilai, pengalaman masa lalu, kcadaan kehidupan dan kecakapan (antara lain intcligensi, pendidikan, pelatihan, pembelajaran). Dengan demikian, faktor-faktor dalam diri individu berfungsi sebagai faktor pengaruh antara rangsang dari lingkungan yang merupakan pembangkit stres potensial dengan individu. Faktor pengubah ini yang menentukan bagaimana, dalam kenyataannya, individu bereaksi terhadap pembangkit stres potensial.
Dampak Stress Kerja pada Karyawan
Pengaruh stres kerja ada yang menguntungkan
maupun merugikan bagi
perusahaan. Namun pada taraf tertentu pengaruh yang menguntungkan perusahaan diharapkan akan rnemacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan scbaik-baiknya. Reaksi terhadap stress dapat merupakan reaksi bersifat psikis maupun fisik. Biasanya pekerja atau karyawan yang stress akan menunjukkan perubahan perilaku. Perubahan perilaku tcrjadi pada din manusia sebagai usaha mengatasi stres. Usaha mengatasi stres dapat berupa perilaku melawan stres (flight) atau freeze (berdiam diri). Dalam kehidupan sehari-hari ketiga reaksi ini biasanya dilakukan secara bergantian, tergantung situasi dan bentuk stres.
perusahaan. Namun pada taraf tertentu pengaruh yang menguntungkan perusahaan diharapkan akan rnemacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan scbaik-baiknya. Reaksi terhadap stress dapat merupakan reaksi bersifat psikis maupun fisik. Biasanya pekerja atau karyawan yang stress akan menunjukkan perubahan perilaku. Perubahan perilaku tcrjadi pada din manusia sebagai usaha mengatasi stres. Usaha mengatasi stres dapat berupa perilaku melawan stres (flight) atau freeze (berdiam diri). Dalam kehidupan sehari-hari ketiga reaksi ini biasanya dilakukan secara bergantian, tergantung situasi dan bentuk stres.
Perubahan-perubahan ini di tempat kerja
merupakan gejala-gejala individu yang mengalami stres antara lain (Margiati,
1999:78-79) : (a) bekerja melewati batas kemampuan, (b) keterlambatan masuk
kerja yang sering, (c) ketidakhadiran pekerjaan, (d) kesulitan membuat
keputusan, (e) kesalahan yang sembrono, (f) kelalaian menyelesaikan pekerjaan,
(g) lupa akan janji yang telah dibuat dan kegagalan diri sendiri, (h) kesulitan
berhubungan dengan orang lain, (i) kerisauan tentang kesalahan yang dibuat, (j)
Menunjukkan gejala fisik seperti pada alat pencernaan, tekanan darah tinggi,
radang kulit, radang pernafasan.
Strategi Manajemen Stres Kerja Stres dalam
pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa memperoleh dampaknya
yang negatif. Manajemen stres lebih daripada sekedar mengatasinya, yakni
betajar menanggulanginya secara adaplif dan efektif. Hampir sama pentingnya
untuk mengetahui apa yang tidak boleh dilakukan dan apa yang harus dicoba.
Sebagian para pengidap stres di tempat kerja akibat persaingan, sering
melampiaskan dengan cara bekerja lebih keras yang berlebihan. Ini bukanlah cara
efektif yang bahkan tidak menghasilkan apa-apa untuk memecahkan sebab dari
stres, justru akan menambah masalah lebih jauh. Sebelum masuk ke cara-cara yang
lebih spesifik untuk mengatasi stressor tertentu, harus diperhitungkan beberapa
pedoman umum untuk memacu perubahan dan penaggulangan. Pemahaman prinsip dasar,
menjadi bagian penting agar seseorang mampu merancang solusi terhadap masalah
yang muncul terutama yang berkait dengan penyebab stres dalam hubungannya di
tempat kerja. Dalam hubungannya dengan tempat kerja, stres dapat timbul pada
beberapa tingkat, berjajar dari ketidakmampuan bekerja dengan baik dalam
peranan tertentu karena kesalahpahaman atasan atau bawahan. Atau bahkan dari
sebab tidak adanya ketrampilan (khususnya ketrampilan manajemen) hingga sekedar
tidak menyukai seseorang dengan siapa harus bekerja secara dekat (Margiati,
1999:76).
Suprihanto dkk (2003:63-64) mengatakan
bahwa dari sudut pandang organisasi, manajemen mungkin tidak khawatir jika
karyawannya mengalami stres yang ringan. Alasannya karena pada tingkat stres
lertentu akan memberikan akibat positif, karena hal ini akan mendesak mereka
untuk melakukan tugas lebih baik. Tetapi pada tingkat stres yang tinggi atau
stres ringan yang berkepanjangan akan membuat menurunnya kinerja karyawan.
Stres ringan mungkin akan memberikan keuntungan bagi organisasi, tetapi dari
sudut pandang individu hal tersebut bukan merupakan hal yang diinginkan. Maka
manajemen mungkin akan berpikir untuk memberikan tugas yang menyertakan stress
ringan bagi karyawan untuk memberikan dorongan bagi karyawan, namun sebaliknya itu
akan dirasakan sebagai tekanan oleh si pekerja. Maka diperlukan pendekatan yang
tepat dalam mengelola stres, ada dua pendekatan yaitu pendekatan individu dan
pendekatan organisasi.
Dampak Stres terhadap Perusahan
Sebuah organisasi dapat dianalogikan sebagai
tubuh manusia. Jika salah satu dari anggota tubuh itu terganggu, maka akan
menghambat keseluruhan gerak, menyebabkan seluruh tubuh merasa sakit dan
menyebabkan individunya tidak dapat berfungsi secara normal. Demikian pula jika
banyak di antara karyawan di dalam organisasi mengalami stress kerja, maka
produktivitas dan kesehatan organisasi itu akan terganggu. Jika stress yang
dialami oleh organisasi atau perusahaan tidak kunjung selesai, maka sangat
berpotensi mengundang penyakit yang lebih serius. Bukan hanya individu yang
bisa mengalami penyakit, organisasi pun dapat memiliki apa yang dinamakan
Penyakit Organisasi.
Randall Schuller (1980), mengidentifikasi beberapa perilaku negatif karyawan yang berpengaruh terhadap organisasi. Menurut peneliti ini, stress yang dihadapi oleh karyawan berkorelasi dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja, serta tendensi mengalami kecelakaan.
Secara singkat beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh stress kerja dapat berupa:
1.
Terjadinya
kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun operasional kerja
2.
Mengganggu
kenormalan aktivitas kerja
3.
Menurunkan
tingkat produktivitas
4.
Menurunkan
pemasukan dan keuntungan perusahaan. Kerugian finansial yang dialami perusahaan
karena tidak imbangnya antara produktivitas dengan biaya yang dikeluarkan untuk
membayar gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya. Banyak karyawan yang tidak
masuk kerja dengan berbagai alasan, atau pekerjaan tidak selesai pada waktunya
entah karena kelambanan atau pun karena banyaknya kesalahan yang berulang.
Sedangkan gejala stres di tempat kerja,
yaitu meliputi:
·
Kepuasan
kerja rendah
·
Kinerja
yang menurun
·
Semangat
dan energi menjadi hilang
·
Komunikasi
tidak lancer
·
Pengambilan
keputusan jelek
·
Kreatifitas
dan inovasi kurang
·
Bergulat
pada tugas-tugas yang tidak produktif.
Pendekatan dalam mengelola stres :
1)
Pendekatan
Individu
Seorang karyawan dapat berusaha sendiri
untuk mcngurangi level stresnya.
Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu; pengelolaan waktu, latihan fisik, latihan relaksasi, dan dukungan sosial. Dengan pengelolaan waktu yang baik maka seorang karyawan dapat menyelesaikan tugas dengan baik, tanpa adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa. Dengan latihan fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh agar lebih prima sehingga mampu menghadapi tuntutan tugas yang berat. Selain itu untuk mengurangi sires yang dihadapi pekerja pcrlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai. Dan sebagai stratcgi terakhir untuk mengurangi stres adalah dengan roengumpulkan sahabat, kolega, keluarga yang akan dapat memberikan dukungan dan saran-saran bagi dirinya
Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu; pengelolaan waktu, latihan fisik, latihan relaksasi, dan dukungan sosial. Dengan pengelolaan waktu yang baik maka seorang karyawan dapat menyelesaikan tugas dengan baik, tanpa adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa. Dengan latihan fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh agar lebih prima sehingga mampu menghadapi tuntutan tugas yang berat. Selain itu untuk mengurangi sires yang dihadapi pekerja pcrlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai. Dan sebagai stratcgi terakhir untuk mengurangi stres adalah dengan roengumpulkan sahabat, kolega, keluarga yang akan dapat memberikan dukungan dan saran-saran bagi dirinya
2)
Pendekatan Organisasi
Beberapa penyebab stres adalah tuntutan
dari tugas dan peran serta struktur organisasi yang scmuanya dikendalikan oleh
manajemen, schingga faktor-faktor itu dapat diubah. Oleh karena itu
strategi-strategi yang mungkin digunakan oleh manajemen untuk mengurangi stres
karyawannya adalah melalui seleksi dan penempatan, penetapan tujuan, redesain
pekerjaan, pengambilan keputusan partisipatif, komunikasi organisasional, dan
program kesejahteraan. Melalui strategi tersebut akan menyebabkan karyawan
memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya dan mereka bekerja untuk
tujuan yang mereka inginkan serta adanya hubungan interpersonal yang sehat
serta perawatan terhadap kondisi
fisik dan mental.
fisik dan mental.
Dampak Kepuasan Kerja terhadap Kinerja
Pegawai
Faktor penting yang mempengaruhi prestasi
kerja adalah motivasi kerja. Motivasi berasal dari kata motive. Motive adalah
keadaan dalam diri seseorang yang menimbulkan kekuatan, menggerakkan,
mendorong, terhadap mengarahkan, motivasi. Menurut Gerungan motivasi adalah
sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja (Gerungan, 1982: 23).
Semakin besar motivasi kerja karyawan semakin tinggi prestasi kerjanya. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa motivasi kerja adalah faktor yang sangat penting
dalam peningkatan prestasi kerja. Selain ditentukan oleh motivasi kerjanya,
prestasi kerja karyawan juga ditentukan oleh kepuasan kerjanya.
Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang
menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka (As’ad, 1994:
133).
Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini nampak dari sikap karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu di lingkungan kerjanya. Menurut Handoko (1998: 193):Menjadi kewajiban setiap pemimpin perusahaan untuk menciptakan kepuasan kerja bagi para karyawannya, karena kepuasan kerja merupakan faktor yang diyakini dapat mendorong dan mempengaruhi semangat kerja karyawan agar karyawan dapat bekerja dengan baik dan secara langsung akan mempengaruhi prestasi karyawan. Seorang manajer juga dituntut agar memberikan suasana kerja yang baik dan menyenangkan juga jaminan keselamatan kerja sehingga karyawan akan merasa terpuaskan.
Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini nampak dari sikap karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu di lingkungan kerjanya. Menurut Handoko (1998: 193):Menjadi kewajiban setiap pemimpin perusahaan untuk menciptakan kepuasan kerja bagi para karyawannya, karena kepuasan kerja merupakan faktor yang diyakini dapat mendorong dan mempengaruhi semangat kerja karyawan agar karyawan dapat bekerja dengan baik dan secara langsung akan mempengaruhi prestasi karyawan. Seorang manajer juga dituntut agar memberikan suasana kerja yang baik dan menyenangkan juga jaminan keselamatan kerja sehingga karyawan akan merasa terpuaskan.
Menurut As’ad (2000: 102):Kepuasan kerja
menjadi menarik untuk diamati karena memberikan manfaat, baik dari segi
individu maupun dari segi kepentingan industri. Bagi individu diteliti tentang
sebab dan sumber kepuasan kerja, serta usaha yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kepuasan kerja individu, sedangkan bagi industri, penelitian
dilakukan untuk kepentingan ekonomis, yaitu pengurangan biaya produksi dan
peningkatan produksi yang dihasilkan dengan meningkatkan kepuasan kerja.
Salah satu cara yang ditempuh departemen personalia untuk meningkatkan prestasi kerja, adalah melalui pemberian upah berdasarkan sistem insentif. Sistem insentif adalah sistem pemberian upah berdasarkan prestasi kerja karyawan (Simamora, 1998: 629). Tujuan sistem insentif pada hakekatnya adalah untuk meningkatkan motivasi karyawan dalam berupaya meningkatkan prestasi kerjanya dengan menawarkan perangsang finansial bagi karyawan yang mampu mencapai prestasi kerja tinggi. Menurut Handoko “Bagi mayoritas karyawan, uang masih tetap merupakan motivasi kuat – atau bahkan paling kuat” (Handoko, 1998: 176). Atas dasar itulah diperkirakan pemberlakuan sistem insentif akan mampu membuat karyawan termotivasi untuk meningkatkan prestasi kerjanya, yang pada akhirnya akan memberikan dampak positif bagi perusahaan.
Peningkatan kepuasan kerja karyawan pada
suatu organisasi tidak bisa dilepaskan dari peranan pemimpin dalam organisasi
tersebut, kepemimpinan merupakan kunci utama dalam manajemen yang memainkan
peran penting dan strategis dalam kelangsungan hidup suatu perusahaan, pemimpin
merupakan pencetus tujuan, merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan dan
mengendalikan seluruh sumber daya yang dimiliki sehingga tujuan perusahaan dapat
tercapai secara efektif dan efisien. Kepemimpinan manajerial dapat
didefinisikan sebagai suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada
kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya
(Handoko, 2001 : 291). Oleh sebab itu pemimpin suatu organisasi perusahaan
dituntut untuk selalu mampu menciptakan kondisi yang mampu memuaskan karyawan
dalam bekerja sehingga diperoleh karyawan yang tidak hanya mampu bekerja akan
tetapi juga bersedia bekerja kearah pencapaian tujuan perusahaan. Mengingat
perusahaan merupakan organisasi bisnis yang terdiri dari orang-orang, maka
pimpinan seharusnya dapat menyelaraskan antara kebutuhan-kebutuhan individu
dengan kebutuhan organisasi yang dilandasi oleh hubungan manusiawi (Robbins,
2001:18). Sejalan dengan itu diharapkan seorang pimpinan mampu memotivasi dan
menciptakan kondisi sosial yang menguntungkan setiap karyawan sehingga tercapai
kepuasan kerja karyawan yang berimplikasi pada meningkatnya produktivitas kerja
karyawan.
Karakteristik pekerjaan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, model karakteristik pekerjaan (job characteristics models) dari Hackman dan Oldham (1980) adalah suatu pendekatan terhadap pemerkayaan jabatan (job enrichment) yang dispesifikasikan kedalam 5 dimensi karakteristik inti yaitu keragaman ketrampilan (skill variety), Jati diri dari tugas (task identity), signifikansi tugas (task significance), otonomi (autonomy) dan umpan balik (feed back). Setiap dimensi inti dari pekerjaan mencakup aspek besar materi pekerjaan yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang, semakin besarnya keragaman aktivitas pekerjaan yang dilakukan maka seseorang akan merasa pekerjaannya semakin berarti. Apabila seseorang melakukan pekerjaan yang sama, sederhana, dan berulang-ulang maka akan menyebabkan rasa kejenuhan atau kebosanan. Dengan memberi kebebasan pada karyawan dalam menangani tugas-tugasnya akan membuat seorang karyawan mampu menunjukkan inisiatif dan upaya mereka sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan, dengan demikian desain kerja yang berbasis ekonomi ini merupakan fungsi dan faktor pribadi. Kelima karakteristik kerja ini akan mempengaruhi tiga keadaan psikologis yang penting bagi karyawan, yaitu mengalami makna kerja, memikul tanggung jawab akan hasil kerja, dan pengetahuan akan hasil kerja. Akhirnya, ketiga kondisi psikologis ini akan mempengaruhi motivasi kerja secara internal, kualitas kinerja, kepuasan kerja dan ketidakhadiran dan perputaran karyawan.
Karakteristik pekerjaan seorang karyawan
jelas terlihat desain pekerjaan seorang karyawan. Desain pekerjaan menentukan
bagaimana pekerjaan dilakukan oleh karena itu sangat mempengaruhi perasaan
karyawan terhadap sebuah pekerjaan, seberapa pengambilan keputusan yang dibuat
oleh karyawan kepada pekerjaannya, dan seberapa banyak tugas yang harus
dirampungkan oleh karyawan. Rendahnya kepuasan kerja dapat menimbulkan berbagai
dampak negatif seperti mangkir kerja, mogok kerja, kerja lamban, pindah kerja
dan kerusakan yang disengaja. Karyawan yang tingkat kepuasannya tinggi akan
rendah tingkat kemangkirannya dan demikian sebaliknya, organisasi-organisasi
dengan karyawan yang lebih terpuaskan cenderung lebih efektif dari pada
organisai-organisasi dengan karyawan yang tak terpuaskan sehingga dapat
meningkatkan produktivitas organisasi dan salah satu penyebab timbulnya
keinginan pindah kerja adalah kepuasan pada tempat kerja sekarang. (Robbins
2001).
Fungsi Kepuasan kerja adalah :
a.
Untuk
meningkatkan disiplin karyawan dalam menjalankan tugasnya. Karyawan akan datang
tepat waktu dan akan menyelesaikan tugasnya sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.
b.
Untuk
meningkatkan semangat kerja karyawan dan loyalitas karyawan terhadap
perusahaan. Kepuasan kerja staff merupakan faktor yang diyakini dapat mendorong
dan mempengaruhi semangat kerja staff. Keberhasilan seorang staff dalam
bekerja, akan secara langsung mempengaruhi prestasi kerjanya di kemudian hari.
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan
kepuasan kerja staff, menurut Burt, meliputi:
1.
Faktor
Individual (umur, jenis kelamin dan sikap pribadi terhadap pekerjaan)
2.
Faktor
Hubungan Antar staff, yang di dalamnya termasuk: hubungan antara manajer dan
staff, hubungan sosial diantara sesama, sugesti dari teman sekerja, faktor
fisik dan kondisi tempat kerja, emosi dan situasi kerja.
3.
Faktor
Eksternal, meliputi: keadaan keluarga, rekreasi, pendidikan. Keberadaan
faktor-faktor tersebut akan meningkatkan motivasi bagi staff untuk memperoleh
tingkat kepuasan kerja. Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan hal yang
bersifat individual. Setiap individu staff memiliki tingkat kepuasan yang
berbeda-beda sesuai dengan keinginan dan sistem nilai yang dianutnya. Semakin
banyak aspek dalam pekerjaannya yang sesuai dengan keinginan dan sistem nilai
yang dianut individu, semakin tinggi tingkat kepuasan yang didapat.